undang-undang guru

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 74 TAHUN 2008
TENTANG
GURU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 ayat (4), Pasal 13 ayat (2), Pasal 14 ayat (2), Pasal 16 ayat (4), Pasal 18 ayat (4), Pasal 19 ayat (3), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 ayat (2), Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (2), Pasal 28 ayat (5), Pasal 29 ayat (5), Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (5), dan Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Guru;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG GURU.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2. Kualifikasi Akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh Guru sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
3. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk Guru.
4. Sertifikat Pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada Guru sebagai tenaga profesional.
5. Gaji adalah hak yang diterima oleh Guru atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Organisasi Profesi Guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh Guru untuk mengembangkan profesionalitas Guru.
7. Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama adalah perjanjian tertulis antara Guru dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8. Guru Tetap adalah Guru yang diangkat oleh emerintah, Pemerintah Daerah, penyelenggara pendidikan, atau satuan pendidikan untuk jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun secara terusmenerus, dan tercatat pada satuan administrasi pangkal di satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah serta melaksanakan tugas pokok sebagai Guru.
9. Guru Dalam Jabatan adalah Guru pegawai negeri sipil dan Guru bukan pegawai negeri sipil yang sudah mengajar pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun penyelenggara pendidikan yang sudah mempunyai Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama.
10. Pemutusan Hubungan Kerja atau Pemberhentian Kerja adalah pengakhiran Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama Guru karena suatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara Guru dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
11. Taman Kanak-kanak yang selanjutnya disingkat TK adalah salah satu bentuk satuan Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
12. Raudhatul Athfal yang selanjutnya disingkat RA dan Bustanul Athfal yang selanjutnya disebut BA adalah salah satu bentuk satuan Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
13. Pendidikan Dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah yang diselenggarakan pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat.
14. Sekolah Dasar yang selanjutnya disingkat SD adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan Dasar.
15. Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disingkat MI adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang Pendidikan Dasar.
16. Sekolah Menengah Pertama yang selanjutnya disingkat SMP adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan Dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI.
17. Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disingkat MTs adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang Pendidikan Dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI.
18. Pendidikan Menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan Pendidikan Dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan atau bentuk lain yang sederajat.
19. Sekolah Menengah Atas yang selanjutnya disingkat SMA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
20. Madrasah Aliyah yang selanjutnya disingkat MA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
21. Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disingkat SMK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
22. Madrasah Aliyah Kejuruan yang selanjutnya disebut MAK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
23. Sarjana yang selanjutnya disingkat S-1.
24. Diploma Empat yang selanjutnya disingkat D-IV
25. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
26. Pemerintah Daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
27. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia non Pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
28. Daerah Khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat adapt yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
29. Departemen adalah departemen yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
30. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI
Pasal 2
Guru wajib memiliki Kualifikasi Akademik, kompetensi, Sertifikat Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Bagian Kesatu
Kompetensi
Pasal 3
(1) Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
(2) Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(3) Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat holistik.
(4) Kompetensi pedagogik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi:
a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b. pemahaman terhadap peserta didik;
c. pengembangan kurikulum atau silabus;
d. perancangan pembelajaran;
e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
f. pemanfaatan teknologi pembelajaran;
g. evaluasi hasil belajar; dan
h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
(5) Kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:
a. beriman dan bertakwa;
b. berakhlak mulia;
c. arif dan bijaksana;
d. demokratis;
e. mantap;
f. berwibawa;
g. stabil;
h. dewasa;
i. jujur;
j. sportif;
k. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
l. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
m. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
(6) Kompetensi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru sebagai bagian dari Masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk:
a. berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun;
b. menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;
c. bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik;
d. bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan
e. menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
(7) Kompetensi profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
a. materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan
b. konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
(8) Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (7) dirumuskan ke dalam:
a. standar kompetensi Guru pada satuan pendidikan di TK atau RA, dan pendidikan formal bentuk lain yang sederajat;
b. standar kompetensi Guru kelas pada SD atau MI, dan pendidikan formal bentuk lain yang sederajat;
c. standar kompetensi Guru mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran pada SMP atau MTs, SMA atau MA, SMK atau MAK dan pendidikan formal bentuk lain yang sederajat; dan
d. standar kompetensi Guru pada satuan pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB dan pendidikan formal bentuk lain yang sederajat.
(9) Standar kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Sertifikasi
Pasal 4
(1) Sertifikat Pendidik bagi Guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun Masyarakat, dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Program pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diikuti oleh peserta didik yang telah memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 5
(1) Kualifikasi Akademik Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) ditunjukkan dengan ijazah yang merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi Guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik pada jenjang, jenis, dan satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampunya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(2) KKualifikasi Akademik Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan/atau program pendidikan nonkependidikan.
(3) Kualifikasi Akademik Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi calon Guru dipenuhi sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi Guru.
(4) Kualifikasi Akademik Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi Guru Dalam Jabatan yang belum memenuhinya, dapat dipenuhi melalui:
a. pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); atau
b. pengakuan hasil belajar mandiri yang diukur melalui uji kesetaraan yang dilaksanakan melalui ujian komprehensif oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.
(5) Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a memperhatikan:
a. pelatihan Guru dengan memperhitungkan ekuivalensi satuan kredit semesternya;
b. prestasi akademik yang diakui dan diperhitungkan ekuivalensi satuan kredit semesternya; dan/atau
c. pengalaman mengajar dengan masa bakti dan prestasi tertentu.
(6) Guru Dalam Jabatan yang mengikuti pendidikan dan uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), baik yang dibiayai Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun biaya sendiri, dilaksanakan dengan tetap melaksanakan tugasnya sebagai Guru.
(7) Menteri dapat menetapkan aturan khusus bagi Guru Dalam Jabatan dalam memenuhi Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas dasar pertimbangan:
a. kondisi Daerah Khusus; dan/atau
b. ketidakseimbangan yang mencolok antara kebutuhan dan ketersediaan Guru menurut bidang tugas.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai Kualifikasi Akademik, pendidikan, dan uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 6
(1) Program pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 memiliki beban belajar yang diatur berdasarkan persyaratan latar belakang bidang keilmuan dan satuan pendidikan tempat penugasan.
(2) Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan TK atau RA atau TKLB atau bentuk lain yang sederajat yang berlatar belakang S-1 atau D-IV kependidikan untuk TK atau RA atau TKLB atau bentuk lain yang sederajat adalah 18 (delapan belas) sampai dengan 20 (dua puluh) satuan kredit semester.
(3) Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan SD atau MI atau SDLB atau bentuk lain yang sederajat yang berlatar belakang S-1 atau D-IV kependidikan untuk SD atau MI atau SDLB atau bentuk lain yang sederajat adalah 18 (delapan belas) sampai dengan 20 (dua puluh) satuan kredit semester.
(4) Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan TK atau RA atau TKLB atau bentuk lain yang sederajat yang berlatar belakang S-1 atau D-IV kependidikan selain untuk TK atau RA atau TKLB atau bentuk lain yang sederajat adalah 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) satuan kredit semester.
(5) Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan SD atau MI atau SDLB atau bentuk lain yang sederajat yang berlatar belakang S-1 atau D-IV kependidikan selain untuk SD atau MI atau SDLB atau bentuk lain yang sederajat adalah 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) satuan kredit semester.
(6) Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan TK atau RA atau TKLB atau bentuk lain yang sederajat dan pada satuan pendidikan SD atau MI atau SDLB atau bentuk lain yang sederajat yang berlatar belakang sarjana psikologi adalah 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) satuan kredit semester.
(7) Beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan SMP atau MTs atau SMPLB atau bentuk lain yang sederajat dan satuan pendidikan SMA atau MA atau SMALB atau SMK atau MAK atau bentuk lain yang sederajat, baik yang berlatar belakang S-1 atau diploma empat D-IV kependidikan maupun S-1 atau D-IV nonkependidikan adalah 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) satuan kredit semester.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) diatur dalam kerangka dasar dan struktur kurikulum oleh perguruan tinggi penyelenggara pendidikan profesi yang mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pasal 7
(1) Muatan belajar pendidikan profesi meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(2) Bobot muatan belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan latar belakang pendidikan sebagai berikut:
a. untuk lulusan program S-1 atau D-IV kependidikan dititikberatkan pada penguatan kompetensi profesional; dan
b. untuk lulusan program S-1 atau D-IV nonkependidikan dititikberatkan pada pengembangan kompetensi pedagogik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam kerangka dasar dan struktur kurikulum oleh perguruan tinggi penyelenggara pendidikan profesi yang mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pasal 8
Sertifikasi Pendidik bagi calon Guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
Pasal 9
(1) Jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh Menteri.
(2) Program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik.
(3) Uji kompetensi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi.
(4) Ujian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup penguasaan:
a. wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar;
b. materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya; dan
c. konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konseptual menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya.
(5) Ujian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional pada satuan pendidikan yang relevan.
Pasal 10
(1) Sertifikat Pendidik bagi calon Guru dipenuhi sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi Guru.
(2) Calon Guru yang tidak memiliki Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah lulus uji kelayakan.
(3) Calon Guru yang tidak memiliki Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi diperlukan oleh Daerah Khusus yang membutuhkan Guru dapat diangkat menjadi pendidik setelah lulus uji kelayakan.
(4) Sertifikat Pendidik sah berlaku untuk melaksanakan tugas sebagai Guru setelah mendapat nomor registrasi Guru dari Departemen.
(5) Calon Guru dapat memperoleh lebih dari satu Sertifikat Pendidik, tetapi hanya dengan satu nomor registrasi Guru dari Departemen.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 11
Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diperoleh Guru berlaku selama yang bersangkutan melaksanakan tugas sebagai Guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
(1) Guru Dalam Jabatan yang telah memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV dapat langsung mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik.
(2) Jumlah peserta uji kompetensi pendidik setiap tahun ditetapkan oleh Menteri.
(3) Uji kompetensi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio.
(4) Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pengakuan atas pengalaman professional Guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
a. Kualifikasi Akademik;
b. pendidikan dan pelatihan;
c. pengalaman mengajar;
d. perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
e. penilaian dari atasan dan pengawas;
f. prestasi akademik;
g. karya pengembangan profesi;
h. keikutsertaan dalam forum ilmiah;
i. pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
j. penghargaan yang relevan dengan bidang kependidikan.
(5) Dalam penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Guru Dalam Jabatan yang belum mencapai persyaratan uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik diberi kesempatan untuk:
a. melengkapi persyaratan portofolio; atau
b. mengikuti pendidikan dan pelatihan di perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kompetensi dan penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 13
(1) Perguruan tinggi penyelenggara pendidikan profesi ditetapkan oleh Menteri dengan kriteria:
a. memiliki program studi yang relevan dan terakreditasi;
b. memiliki pendidik dan tenaga kependidikan yang sesuai dengan standar nasional pendidikan; dan
c. memiliki sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(2) Selain kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan kriteria tambahan yang diperlukan untuk penetapan perguruan tinggi penyelenggara pendidikan profesi atas dasar pertimbangan:
a. tercapainya pemerataan cakupan pelayanan penyelenggaraan pendidikan profesi;
b. letak dan kondisi geografis; dan/atau
c. kondisi sosial-ekonomi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Anggaran Peningkatan Kualifikasi Akademik
dan Sertifikasi Pendidik bagi Guru Dalam Jabatan
Pasal 14
(1) Pemerintah menyediakan anggaran untuk peningkatan Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah provinsi menyediakan anggaran untuk peningkatan Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi.
(3) Pemerintah kabupaten atau pemerintah kota menyediakan anggaran untuk peningkatan Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten atau pemerintah kota.
(4) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau pemerintah kota menyediakan anggaran peningkatan Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) bagi Guru Dalam Jabatan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat.
(5) Guru Dalam Jabatan yang mendapatkan kesempatan peningkatan Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tetap memperoleh tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional.
(6) Besarnya anggaran dan beban yang ditanggung Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau pemerintah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(7) Pemerintah menyediakan anggaran uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(8) Pemerintah Daerah, sesuai dengan kewenangan masing-masing, menyediakan anggaran uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
(9) Pemerintah dan Pemerintah Daerah, sesuai dengan kewenangan masing-masing, menyediakan anggaran uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat.
BAB III
HAK
Bagian Kesatu
Tunjangan Profesi
Pasal 15
(1) Tunjangan profesi diberikan kepada Guru yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki satu atau lebih Sertifikat Pendidik yang telah diberi satu nomor registrasi Guru oleh Departemen;
b. memenuhi beban kerja sebagai Guru;
c. mengajar sebagai Guru mata pelajaran dan/atau Guru kelas pada satuan pendidikan yang sesuai dengan peruntukan Sertifikat Pendidik yang dimilikinya;
d. terdaftar pada Departemen sebagai Guru Tetap;
e. berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun; dan
f. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada instansi selain satuan pendidikan tempat bertugas.
(2) Seorang Guru hanya berhak mendapat satu tunjangan profesi terlepas dari banyaknya Sertifikat Pendidik yang dimilikinya dan banyaknya satuan pendidikan atau kelas yang memanfaatkan jasanya sebagai Guru.
(3) Guru pemegang sertifikat pendidik yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali huruf c berhak memperoleh tunjangan profesi jika mendapat tugas tambahan sebagai:
a. kepala satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja kepala satuan pendidikan;
b. wakil kepala satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja wakil kepala satuan pendidikan;
c. ketua program keahlian satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja ketua program keahlian satuan pendidikan;
d. kepala perpustakaan satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja kepala perpustakaan satuan pendidikan;
e. kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan produksi;
f. guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja guru bimbingan dan konseling atau konselor; atau
g. pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja pembimbing khusus pada satuan pendidikan.
(4) Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan tetap diberi tunjangan profesi Guru apabila yang bersangkutan tetap melaksanakan tugas sebagai pendidik yang:
a. berpengalaman sebagai Guru sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun;
b. memenuhi persyaratan akademik sebagai Guru sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. memiliki Sertifikat Pendidik; dan
d. melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan profesional Guru dan tugas pengawasan.
(5) Tunjangan profesi diberikan terhitung mulai awal tahun anggaran berikut setelah yang bersangkutan mendapatkan nomor registrasi Guru dari Departemen.
(6) Nomor registrasi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat unik dan diperoleh setelah Guru yang bersangkutan memenuhi Kualifikasi Akademik dan memperoleh Sertifikat Pendidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Menteri dapat menetapkan persyaratan pemberian tunjangan profesi yang berbeda dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), untuk pemegang Sertifikat Pendidik yang bertugas:
a. pada satuan pendidikan khusus;
b. pada satuan pendidikan layanan khusus; atau
c. sebagai pengampu bidang keahlian khusus.
Pasal 17
(1) Guru Tetap pemegang Sertifikat Pendidik berhak mendapatkan tunjangan profesi apabila mengajar di satuan pendidikan yang rasio minimal jumlah peserta didik terhadap Gurunya sebagai berikut:
a.untuk TK, RA, atau yang sederajat 15:1;
b.untuk SD atau yang sederajat 20:1;
c.untuk MI atau yang sederajat 15:1;
d.untuk SMP atau yang sederajat 20:1;
e.untuk MTs atau yang sederajat 15:1;
f. untuk SMA atau yang sederajat 20:1;
g.untuk MA atau yang sederajat 15:1;
h.untuk SMK atau yang sederajat 15:1; dan
i. untuk MAK atau yang sederajat 12:1.
(2) Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat menetapkan ketentuan rasio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara khusus untuk pendidik yang bertugas pada:
a. satuan pendidikan khusus;
b. satuan pendidikan layanan khusus;
c. satuan pendidikan yang mempekerjakan Guru berkeahlian khusus; atau
d. satuan pendidikan selain huruf a, huruf b, dan huruf c atas dasar pertimbangan kepentingan nasional.
Pasal 18
Tunjangan profesi bagi Guru yang diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan Masyarakat dianggarkan sebagai belanja pegawai atau bantuan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tunjangan Fungsional dan Subsidi Tunjangan Fungsional
Pasal 19
Tunjangan fungsional dan subsidi tunjangan fungsional diberikan kepada Guru yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki satu atau lebih Sertifikat Pendidik yang telah diberi satu nomor registrasi Guru oleh Departemen;
b. memenuhi beban kerja sebagai Guru;
c. mengajar sebagai Guru mata pelajaran dan/atau Guru kelas pada satuan pendidikan yang sesuai dengan peruntukan Sertifikat Pendidik yang dimilikinya;
d. terdaftar pada Departemen sebagai Guru Tetap;
e. berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;
f. melaksanakan kewajiban sebagai Guru; dan
g. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada instansi selain satuan pendidikan tempat bertugas.
Pasal 20
Menteri dapat menetapkan persyaratan pemberian tunjangan fungsional dan subsidi tunjangan fungsional yang berbeda dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 untuk pemegang Sertifikat Pendidik yang bertugas:
a. pada satuan pendidikan khusus;
b. pada satuan pendidikan layanan khusus; atau
c. sebagai pengampu bidang keahlian khusus.
Pasal 21
(1) Tunjangan fungsional Guru yang diangkat oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dianggarkan sebagai belanja pegawai atau bantuan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Subsidi tunjangan fungsional Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan Masyarakat dianggarkan sebagai belanja pegawai atau bantuan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Tunjangan Khusus
Pasal 22
Tunjangan khusus bagi Guru yang ditugaskan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dianggarkan sebagai belanja pegawai atau bantuan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Kesetaraan Tunjangan
Pasal 23
(1) Tunjangan profesi, subsidi tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus bagi Guru Tetap yang bukan pegawai negeri sipil diberikan sesuai dengan kesetaraan tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang berlaku bagi Guru pegawai negeri sipil.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.
Bagian Kelima
Maslahat Tambahan
Pasal 24
(1) Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing, menjamin terwujudnya maslahat tambahan kepada Guru yang diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan Masyarakat.
(2) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi Guru.
(3) Prestasi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
a. menghasilkan peserta didik berprestasi akademik atau non-akademik;
b. menjadi pengarang atau penyusun buku teks atau buku ajar yang dinyatakan layak ajar oleh Menteri;
c. menghasilkan invensi dan inovasi pembelajaran yang diakui oleh Pemerintah;
d. memperoleh hak atas kekayaan intelektual;
e. memperoleh penghargaan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan/atau olah raga;
f. menghasilkan karya tulis yang diterbitkan di jurnal ilmiah yang terakreditasi dan diakui oleh Pemerintah; dan/atau
g. menjalankan tugas dan kewajiban sebagai Guru dengan dedikasi yang baik.
(4) Maslahat tambahan diberikan kepada Guru berdasarkan satuan pendidikan yang menjadi tempat penugasannya sebagai Guru Tetap.
(5) Pemberian setiap satu bentuk maslahat tambahan diprioritaskan kepada Guru yang belum memperoleh maslahat tambahan.
(6) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diberikan kepada Guru yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki satu atau lebih Sertifikat Pendidik yang telah diberi satu nomor registrasi Guru oleh Departemen;
b. memenuhi beban kerja sebagai Guru;
c. mengajar mata pelajaran dan/atau kelas serta satuan pendidikan yang sesuai dengan bidang yang diampunya;
d. berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;
e. melaksanakan kewajiban sebagai Guru; dan
f. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada instansi selain satuan pendidikan tempat bertugas.
(7) Guru yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kecuali huruf c atau ayat (6) kecuali huruf c dapat diberi maslahat tambahan apabila:
a. diberi tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja kepala satuan pendidikan;
b. diberi tugas tambahan sebagai wakil kepala satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja wakil kepala satuan pendidikan;
c. diberi tugas tambahan sebagai ketua program keahlian satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja ketua program keahlian satuan pendidikan;
d. bertugas menjadi pengawas satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja pengawas satuan pendidikan;
e. diberi tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja kepala perpustakaan satuan pendidikan;
f. diberi tugas tambahan sebagai kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan;
g. bertugas menjadi Guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor; atau
h. bertugas menjadi pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja pembimbing khusus pada satuan pendidikan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan jaminan pemberian maslahat tambahan oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Menteri.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan jaminan pemberian maslahat tambahan oleh pemerintah provinsi diatur dengan Peraturan Gubernur.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan jaminan pemberian maslahat tambahan oleh pemerintah kabupaten atau pemerintah kota diatur dengan Peraturan Bupati atau Peraturan Walikota.
Pasal 25
Menteri dapat menetapkan persyaratan pemberian maslahat tambahan yang berbeda dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) atau ayat (7) untuk Guru yang bertugas:
a. pada satuan pendidikan khusus;
b. pada satuan pendidikan layanan khusus; atau
c. sebagai pengampu bidang keahlian khusus.
Pasal 26
Maslahat tambahan diperoleh dalam bentuk:
a. tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, atau penghargaan bagi Guru; dan
b. kemudahan memperoleh pendidikan bagi putra dan/atau putri Guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Pasal 27
(1) Satuan pendidikan memberikan kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b berupa kesempatan dan/atau keringanan biaya pendidikan bagi putra dan/atau putri kandung atau anak angkat Guru yang telah memenuhi persyaratan akademik, masih menjadi tanggungannya, dan belum menikah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 28
(1) Maslahat tambahan yang berbentuk dana bagi Guru, baik yang diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan Masyarakat dianggarkan sebagai belanja pegawai atau bantuan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pemerintah Daerah dapat membantu maslahat tambahan bagi Guru, baik yang diangkat oleh Pemerintah maupun penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan Masyarakat.
Pasal 29
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan maslahat tambahan dalam bentuk kesejahteraan lain yang diatur dengan Peraturan Menteri atau peraturan kepala daerah.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 30
(1) Guru memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sesuai dengan prestasi kerja, dedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di Daerah Khusus.
(2) Prestasi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. menghasilkan peserta didik yang memenangkan kejuaraan tingkat daerah, nasional, dan/atau internasional;
b. menghasilkan invensi dan inovasi pembelajaran yang diakui pada tingkat daerah, nasional, dan/atau internasional; dan/atau
c.menjalankan tugas dan kewajiban sebagai Guru dengan dedikasi yang baik sehingga melampaui target kinerja yang ditetapkan satuan pendidikan.
(3) Dedikasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pelaksanaan tugas dengan komitmen, pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran yang jauh melampaui tuntutan tanggung jawab yang ditetapkan dalam penugasan.
Pasal 31
(1) Penghargaan kepada Guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat prestasi kerja luar biasa baiknya, kenaikan jabatan, uang atau barang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(2) Penghargaan kepada Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan, desa atau kelurahan, kecamatan, kabupaten atau kota, provinsi, nasional, dan/atau internasional.
(3) Penghargaan kepada Guru dapat diberikan dalam rangka memperingati ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, ulang tahun provinsi, ulang tahun kabupaten atau kota, ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari Guru nasional, dan/atau hari besar lain.
(4) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh kepala satuan pendidikan, kepala desa, camat, bupati atau walikota, gubernur, Menteri, Presiden, dan/atau lembaga internasional.
(5) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh Masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Ketentuan mengenai bentuk dan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
Kenaikan pangkat prestasi kerja luar biasa baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dapat diberikan kepada Guru yang memiliki prestasi kerja luar biasa baiknya dan dedikasi luar biasa.
Pasal 33
Guru yang bertugas di Daerah Khusus dapat diberikan tambahan angka kredit setara untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi 1 (satu) kali selama masa kariernya sebagai Guru.
Pasal 34
(1) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas pendidikan memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penghargaan kepada Guru yang gugur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Organisasi Profesi, dan/atau satuan pendidikan.
(3) Pemerintah kabupaten atau pemerintah kota wajib menyediakan biaya pemakaman dan/atau biaya perjalanan untuk pemakaman Guru yang gugur di Daerah Khusus.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Guru yang gugur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 35
Sebagai penghargaan kepada Guru, Pemerintah menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional.
Bagian Ketujuh
Promosi
Pasal 36
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, Guru berhak mendapatkan promosi sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
(2) Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kenaikan pangkat dan/atau kenaikan jenjang jabatan fungsional.
Bagian Kedelapan
Penilaian, Penghargaan, dan Sanksi
oleh Guru kepada Peserta Didik
Pasal 37
(1) Guru memiliki kebebasan memberikan penilaian hasil belajar kepada peserta didiknya.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar penilaian pendidikan yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Guru ikut menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 38
(1) Guru memiliki kebebasan memberikan penghargaan kepada peserta didiknya yang terkait dengan prestasi akademik dan/atau prestasi non-akademik.
(2) Prestasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pencapaian istimewa peserta didik dalam penguasaan satu atau lebih mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran, termasuk pembiasaan perilaku terpuji dan patut diteladani untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
(3) Prestasi non-akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pencapaian istimewa peserta didik dalam kegiatan ekstra kurikuler.
Pasal 39
(1) Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan Guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik Guru, dan peraturan perundang-undangan.
(3) Pelanggaran terhadap peraturan satuan pendidikan yang dilakukan oleh peserta didik yang pemberian sanksinya berada di luar kewenangan Guru, dilaporkan Guru kepada pemimpin satuan pendidikan.
(4) Pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peserta didik, dilaporkan Guru kepada pemimpin satuan pendidikan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesembilan
Perlindungan dalam Melaksanakan tugas
dan Hak atas Kekayaan Intelektual
Pasal 40
(1) Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, satuan pendidikan, Organisasi Profesi Guru, dan/atau Masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh Guru melalui perlindungan:
a. hukum;
b. profesi; dan
c. keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Masyarakat, Organisasi Profesi Guru, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat saling membantu dalam memberikan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 41
(1) Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, Masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(2) Guru berhak mendapatkan perlindungan profesi terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat Guru dalam melaksanakan tugas.
(3) Guru berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dari satuan pendidikan dan penyelenggara satuan pendidikan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lain.
Pasal 42
Guru memperoleh perlindungan dalam melaksanakan hak atas kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesepuluh
Akses Memanfaatkan Sarana dan Prasarana Pembelajaran
Pasal 43
(1) Guru berhak memperoleh akses memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran yang disediakan oleh satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah.
(2) Dalam memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Guru wajib mentaati peraturan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah.
(3) Peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak meniadakan hak Guru untuk memperoleh akses memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran.
Bagian Kesebelas
Kebebasan untuk Berserikat dalam Organisasi Profesi Guru
Pasal 44
(1) Guru memiliki kebebasan untuk berserikat dalam Organisasi Profesi Guru.
(2) Kebebasan untuk berserikat dalam Organisasi Profesi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap mengutamakan pelaksanaan tugas proses pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Bagian Keduabelas
Kesempatan Berperan dalam Penentuan Kebijakan
Pendidikan
Pasal 45
(1) Guru memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan di tingkat:
a. satuan pendidikan;
b. kabupaten atau kota;
c. provinsi; dan
d. nasional.
(2) Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan di tingkat satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya;
b. penetapan kalender pendidikan di tingkat satuan pendidikan;
c. penyusunan rencana strategis;
d. penyampaian pendapat menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban anggaran dan pendapatan belanja sekolah;
e. penyusunan anggaran tahunan satuan pendidikan;
f. perumusan kriteria penerimaan peserta didik baru;
g. perumusan kriteria kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. penentuan buku teks pelajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan di tingkat kabupaten atau kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi saran atau pertimbangan tertulis ataupun lisan dalam:
a. penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan;
b. penyusunan rencana strategis bidang pendidikan; dan
c. kebijakan operasional pendidikan daerah kabupaten atau kota.
(4) Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan di tingkat propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi saran atau pertimbangan tertulis ataupun lisan dalam:
a. penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan;
b. penyusunan rencana strategis bidang pendidikan; dan
c. kebijakan operasional pendidikan daerah propinsi.
(5) Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan di tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi saran atau pertimbangan tertulis ataupun lisan dalam:
a. penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan;
b. penyusunan rencana strategis bidang pendidikan; dan
c. kebijakan operasional pendidikan tingkat nasional.
(6) Saran atau pertimbangan tertulis ataupun lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) disampaikan baik secara individual, kelompok, atau melalui Organisasi Profesi Guru, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketigabelas
Pengembangan dan Peningkatan Kualifikasi Akademik,
Kompetensi, dan Keprofesian Guru
Pasal 46
Guru memiliki kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan Kualifikasi Akademik dan kompetensinya, serta untuk memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
Pasal 47
(1) Pengembangan dan peningkatan Kualifikasi Akademik bagi Guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan dalam rangka memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
(2) Guru yang sudah memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dapat melakukan pengembangan dan peningkatan Kualifikasi Akademik lebih tinggi dari yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
(3) Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi Guru yang belum memiliki Sertifikat Pendidik dilakukan dalam rangka memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(4) Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi Guru yang sudah memiliki Sertifikat Pendidik dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya dan/atau olah raga.
(5) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyediakan anggaran untuk pengembangan dan peningkatan Kualifikasi Akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4).
Pasal 48
(1) Pengembangan dan peningkatan kompetensi Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4) dilakukan melalui sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian Guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional.
(2) Kegiatan untuk memperoleh angka kredit jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh Guru sekurang-kurangnya melalui:
a. kegiatan kolektif Guru yang meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian Guru;
b. pendidikan dan pelatihan;
c. pemagangan;
d.publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif;
e.karya inovatif;
f. presentasi pada forum ilmiah;
g.publikasi buku teks pelajaran yang lolos penilaian oleh Badan Standar Nasional Pendidikan;
h.publikasi buku pengayaan;
i. publikasi buku pedoman Guru;
j. publikasi pengalaman lapangan pada pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus; dan/atau
k.penghargaan atas prestasi atau dedikasi sebagai Guru yang diberikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian Guru berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 49
Pengembangan dan peningkatan Kualifikasi Akademik, kompetensi, dan keprofesian Guru oleh Guru Dalam Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 48 dilakukan dengan tetap melaksanakan tugasnya.
Bagian Keempatbelas
Cuti
Pasal 50
(1) Guru yang diangkat Pemerintah atau Pemerintah Daerah berhak memperoleh cuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Guru yang diangkat satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat berhak memperoleh cuti sesuai dengan Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama.
Pasal 51
(1) Selain cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Guru dapat memperoleh cuti studi yang bertujuan untuk pengembangan keprofesian, paling lama 6 (enam) bulan dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.
(2) Cuti studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada Guru yang telah memenuhi Kualifikasi Akademik dan telah memiliki Sertifikat Pendidik.
(3) Cuti studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara periodik kepada Guru setiap 6 (enam) tahun dihitung sejak yang bersangkutan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Cuti studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Guru untuk:
a. penelitian;
b. penulisan buku;
c. praktik kerja di dunia industri atau usaha yang relevan dengan tugasnya;
d. pelatihan yang relevan dengan tugasnya;
e. pengabdian kepada masyarakat; dan/atau
f. magang pada satuan pendidikan lain atas inisiatif sendiri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti studi untuk pengembangan keprofesian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
BEBAN KERJA
Pasal 52
(1) Beban kerja Guru mencakup kegiatan pokok:
a. merencanakan pembelajaran;
b. melaksanakan pembelajaran;
c. menilai hasil pembelajaran;
d. membimbing dan melatih peserta didik; dan
e. melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja Guru.
(2) Beban kerja Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(3) Pemenuhan beban kerja paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satuan pendidikan tempat tugasnya sebagai Guru Tetap.
Pasal 53
Menteri dapat menetapkan ekuivalensi beban kerja untuk memenuhi ketentuan beban kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) dan ayat (3) bagi Guru yang:
a. bertugas pada satuan pendidikan layanan khusus;
b. berkeahlian khusus; dan/atau
c. dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional.
Pasal 54
(1) Beban kerja kepala satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 40 (empat puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari Guru bimbingan dan konseling atau konselor.
(2) Beban kerja wakil kepala satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 80 (delapan puluh) peserta didik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal dari Guru bimbingan dan konseling atau konselor.
(3) Beban kerja ketua program keahlian satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(4) Beban kerja kepala perpustakaan satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(5) Beban kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(6) Beban kerja Guru bimbingan dan konseling atau konselor yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan.
(7) Beban kerja pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(8) Beban kerja pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, atau pengawas kelompok mata pelajaran dalam melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan profesional Guru dan pengawasan yang ekuivalen dengan paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam pembelajaran tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(9) Ketentuan lebih lanjut tentang beban kerja pengawas yang ekuivalen dengan 24 (dua puluh empat) jam tatap muka sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan oleh Menteri.
BAB V
WAJIB KERJA DAN POLA IKATAN DINAS
Pasal 55
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada Guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi Kualifikasi Akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai Guru di Daerah Khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan warga negara selain Guru yang:
a. memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV; dan
b. mengikuti pelatihan di bidang keguruan yang diselenggarakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(3) Wajib kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan tugas sebagai Guru dengan jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(4) Penugasan warga negara sebagai Guru dalam rangka wajib kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan usulan atau pertimbangan Pemerintah Daerah.
(5) Warga negara selain Guru yang ditugaskan menjalani wajib kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memperoleh tunjangan setara dengan tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus selama menjalankan tugas sebagai Guru.
Pasal 56
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon Guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2) Pola ikatan dinas bagi calon Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pola ikatan dinas Pemerintah atau pola ikatan dinas Pemerintah Daerah.
(3) Pola ikatan dinas Pemerintah bagi calon Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan untuk:
a. memenuhi kebutuhan Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah;
b. memenuhi kebutuhan nasional akan Guru yang mampu mengampu pembelajaran pada satuan pendidikan yang diprogramkan menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal;
c. memenuhi kebutuhan nasional akan Guru yang potensial untuk dikader menjadi kepala satuan pendidikan dan/atau pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, pengawas kelompok mata pelajaran; atau
d. memenuhi proyeksi kekurangan Guru secara nasional.
(4) Pola ikatan dinas Pemerintah Daerah bagi calon Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan untuk:
a. memenuhi kebutuhan Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah;
b. memenuhi kebutuhan daerah akan Guru yang mampu mengampu pembelajaran pada satuan pendidikan yang diprogramkan menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal;
c. memenuhi kebutuhan daerah akan Guru yang potensial untuk dikader menjadi kepala satuan pendidikan dan/atau pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, pengawas kelompok mata pelajaran; atau
d. memenuhi proyeksi kekurangan Guru di daerah yang bersangkutan.
Pasal 57
(1) Calon Guru yang akan mengikuti pendidikan ikatan dinas harus menandatangani pernyataan tertulis bermaterai tentang kesediaannya untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil dan ditempatkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya mengangkat calon Guru yang telah menyelesaikan pendidikan ikatan dinas menjadi pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan menempatkannya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Masa tugas Guru ikatan dinas menyesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
PENGANGKATAN, PENEMPATAN, DAN PEMINDAHAN
Bagian Kesatu
Pengangkatan dan Penempatan pada Satuan Pendidikan
Pasal 58
(1) Pengangkatan dan penempatan Guru yang diangkat oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Departemen melakukan koordinasi perencanaan kebutuhan Guru secara nasional dalam rangka pengangkatan dan penempatan Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Perencanaan kebutuhan Guru secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan pemerataan Guru antar satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat, antarkabupaten atau antarkota, dan antarprovinsi, termasuk kebutuhan Guru di Daerah Khusus.
Pasal 59
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di Daerah Khusus paling singkat selama 2 (dua) tahun.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang telah bertugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak pindah tugas setelah tersedia Guru pengganti.
(3) Dalam hal terjadi kekosongan Guru, Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib menyediakan Guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 60
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan bertugas di Daerah Khusus berhak atas rumah dinas yang memenuhi standar kelayakan huni sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
(2) Rumah dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan selama Guru yang bersangkutan bertugas di Daerah Khusus.
(3) Pemeliharaan rumah dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
(4) Hak menempati rumah dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dicabut apabila Guru yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Guru sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Bagian Kedua
Pengangkatan dan Penempatan pada Jabatan Struktural
Pasal 61
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat ditempatkan pada jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Penempatan pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah Guru yang bersangkutan bertugas sebagai Guru paling singkat selama 8 (delapan) tahun.
(3) Guru yang ditempatkan pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kehilangan haknya untuk memperoleh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan.
(4) Guru yang ditempatkan pada jabatan structural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditugaskan kembali sebagai Guru dan mendapatkan hak-hak Guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Hak-hak Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang berupa tunjangan profesi dan tunjangan fungsional diberikan sebesar tunjangan profesi dan tunjangan fungsional berdasarkan jenjang jabatan sebelum Guru yang bersangkutan ditempatkan pada jabatan struktural
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan Guru pada jabatan struktural dan pengembaliannya pada jabatan Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pemindahan
Pasal 62
(1) Pemindahan Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat dilakukan antarprovinsi, antarkabupaten atau antarkota, antarkecamatan, maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemindahan Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kebutuhan Guru di tingkat nasional maupun di tingkat daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Pemindahan Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan Masyarakat baik atas permintaan sendiri maupun kepentingan penyelenggara pendidikan, dilakukan berdasarkan Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama.
(2) Pemindahan Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah Guru yang bersangkutan bertugas pada satuan pendidikan paling singkat selama 4 (empat) tahun, kecuali Guru yang bertugas di Daerah Khusus.
BAB VII
SANKSI
Pasal 63
(1) Guru yang tidak dapat memenuhi Kualifikasi Akademik, kompetensi, dan Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk memenuhinya, kehilangan hak untuk mendapat tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan.
(2) Guru yang tidak dapat memenuhi kewajiban melaksanakan pembelajaran 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan tidak mendapat pengecualian dari Menteri dihilangkan haknya untuk mendapat tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan.
(3) Guru dan/atau warga negara Indonesia selain Guru yang memenuhi Kualifikasi Akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai Guru yang menolak wajib kerja di Daerah Khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 55 dapat dikenai sanksi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berupa:
a. penundaan kenaikan pangkat dan jabatan selama 1 (satu) tahun bagi Guru;
b. pencabutan tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional selama 2 (dua) tahun bagi Guru; atau
c. pencabutan hak untuk menjadi Guru selama 4 (empat) tahun bagi warga negara Indonesia selain Guru.
(4) Guru yang telah melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) tetapi mengingkari pernyataan tertulisnya dikenai sanksi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berupa:
a. penundaan kenaikan pangkat atau jabatan selama 4 (empat) tahun;
b. penghentian pemberian tunjangan profesi selama 4 (empat) tahun;
c. penghentian pemberian tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional selama 4 (empat) tahun; atau
d. penghentian pemberian maslahat tambahan selama 4 (empat) tahun.
(5) Guru yang terbukti memperoleh Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) sampai dengan ayat (7) dan/atau Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dengan cara melawan hukum diberhentikan sebagai Guru dan wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional, dan penghargaan sebagai Guru yang pernah diterima.
Pasal 64
Perguruan tinggi yang sudah ditetapkan sebagai penyelenggara pendidikan profesi tetapi berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Departemen tidak memenuhi lagi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat dicabut kewenangannya untuk menyelenggarakan pendidikan profesi oleh Menteri.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
Dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen:
a. Guru Dalam Jabatan yang belum memiliki Sertifikat Pendidik memperoleh tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional dan maslahat tambahan;
b. Guru dalam jabatan diberi Sertifikat Pendidik secara langsung apabila:
1) sudah memiliki kualifikasi akademik magister (S-2) atau doktor (S-3) dari perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang diampunya, atau guru kelas dan guru bimbingan dan konseling atau konselor, dengan golongan sekurang-kurangnya IV/b atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b; atau
2) sudah mempunyai golongan serendah-rendahnya IV/c, atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/c.
3) Guru dalam jabatan yang telah memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV yang tidak sesuai dengan mata pelajaran, rumpun mata pelajaran, atau satuan pendidikan yang diampunya, keikutsertaannya dalam pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 atau uji kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang diikutinya dilakukan berdasarkan mata pelajaran, rumpun mata pelajaran, dan/atau satuan pendidikan yang diampunya;
4) Guru yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (3) pada satuan pendidikan yang belum memenuhi ketentuan rasio peserta didik terhadap Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 tetap menerima tunjangan profesi.
Pasal 66
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Guru Dalam Jabatan yang belum memenuhi Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV, dapat mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik apabila sudah:
a. mencapai usia 50 (lima puluh) tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20 (dua puluh) tahun sebagai Guru; atau
b. mempunyai golongan IV/a, atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a.
Pasal 67
Pengawas satuan pendidikan selain Guru yang diangkat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini diberi kesempatan dalam waktu 5 (lima) tahun untuk memperoleh Sertifikat Pendidik.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 68
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Desember 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Desember 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 194


PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 74 TAHUN 2008
TENTANG
GURU
I. UMUM
Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa depan adalah mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu oleh pendidik profesional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Oleh karena itu, guru sebagai pendidik professional mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Guru sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Untuk mewujudkan fungsi, peran, dan kedudukan tersebut, guru perlu memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik yang sesuai dengan standar pendidik. Guru yang profesional akan menghasilkan proses dan hasil pendidikan yang bermutu dalam rangka mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. Selain itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan fungsi dan peran strategis yang meliputi penegakan hak dan kewajiban guru, pembinaan dan pengembangan karir guru, perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Strategi untuk mewujudkan fungsi, peran, dan kedudukan guru meliputi:
1. penyelenggaraan pendidikan untuk peningkatan kualifikasi akademik, kompetensi, dan pendidikan profesi untuk memperoleh sertifikat pendidik;
2. pemenuhan hak dan kewajiban guru sebagai tenaga professional sesuai dengan prinsip profesionalitas;
3. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru sesuai dengan kebutuhan, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, kompetensi, maupun sertifikasi yang dilakukan secara merata, objektif, transparan, dan akuntabel untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;
4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian profesional;
5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas profesional;
6. pengakuan yang sama antara guru yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan guru yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
7. penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru sebagai pendidik profesional; dan
8. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru.
Pengakuan kedudukan guru sebagai pendidik profesional merupakan bagian dari keseluruhan upaya pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain, tentang kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan Pemerintahan Daerah.
Sertifikat pendidik bagi guru dalam jabatan dapat diperoleh melalui pendidikan profesi atau uji kompetensi. Hal ini dilandasi oleh pertimbangan bahwa pemerolehan kompetensi dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman langsung yang diinternalisasi secara reflektif.
Untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Guru.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Yang dimaksud dengan “sehat jasmani dan rohani” adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kompetensi guru bersifat holistik berarti kompetensi yang terintegrasi dan terwujud dalam kinerja guru.
Pengembangan kompetensi guru yang bersifat holistik pada perguruan tinggi dilakukan dengan menggunakan kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan guru berbasis kompetensi.
Ayat (4)
Kompetensi pedagogik untuk guru TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat meliputi kemampuan antara lain mengenal peserta didik secara mendalam dan menguasai profil
perkembangan fisik dan psikologis peserta didik, menyelenggarakan kegiatan yang memicu pertumbuhkembangan peserta didik sebagai pribadi yang utuh yang meliputi perancangan kegiatan yang memicu pertumbuhkembangan peserta didik, implementasi kegiatan yang memicu pertumbuhkembangan peserta didik, dan perbaikan secara berkelanjutan.
Kompetensi pedagogik untuk guru SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat, meliputi kemampuan antara lain pemahaman tentang peserta didik secara mendalam, penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi kemampuan merancang pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Huruf a
Yang dimaksud dengan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam termasuk penguasaan kemampuan akademik lainnya sebagai pendukung profesionalisme guru, antara lain memiliki kemampuan dalam menguasai dan mengemas materi pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kemampuan peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikannya.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (8)
Huruf a
Bentuk lain pendidikan formal yang sederajat dengan TK dan RA antara lain, Pratama Widya Pasraman, dan bentuk lain yang diselenggarakan oleh agama lainnya.
Huruf b
Bentuk lain pendidikan formal yang sederajat dengan SD dan MI antara lain, pendidikan diniyah dasar, Adi Vidyalaya (AV), dan Culla Sekha.
Huruf c
Bentuk lain pendidikan formal yang sederajat dengan SMP dan MTs antara lain pendidikan diniyah menengah pertama, Madyama Vidyalaya (MV), dan Majjhima Sekha. Bentuk lain pendidikan formal yang sederajat dengan SMA dan MA antara lain pendidikan diniyah menengah atas, Utama Vidyalaya (UV), dan Maha Sekha.
Huruf d
TKLB adalah Taman Kanak-kanak Luar biasa, SDLB adalah Sekolah Dasar Luar Biasa, SMPLB adalah Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, dan SMALB adalah Sekolah Menengah Atas Luar Biasa.
Ayat (9)
Badan Standar Nasional Pendidikan adalah badan yang bersifat mandiri dan profesional yang bertugas membantu Menteri dalam mengembangkan, memantau, dan mengendalikan Standar Nasional Pendidikan.
Pasal 4
Ayat (1)
Penetapan perguruan tinggi penyelenggara program sertifikasi guru untuk guru di bawah binaan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
Penetapan perguruan tinggi dilakukan dengan prinsip keseimbangan jumlah dan sebaran lokasi perguruan tinggi, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat.
Terakreditasi adalah pengakuan kelayakan akademik dan manajerial satuan pendidikan dan/atau program studi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Program pendidikan tenaga kependidikan adalah program pendidikan tinggi yang berfungsi menyelenggarakan pengadaan guru untuk pendidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta mengembangkan ilmu kependidikan, termasuk program pendidikan pada fakultas tarbiyah dan pada fakultas lain yang sejenis.
Program pendidikan nonkependidikan adalah program pendidikan tinggi yang berfungsi untuk menyelenggarakan program pendidikan dalam bidang ilmu murni, teknologi, dan/atau seni.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Hasil belajar mandiri dituangkan dalam format penilaian portofolio sebagai dasar uji kemampuan dalam menentukan beban satuan kredit semester yang harus dipenuhi.
Format portofolio sekurang-kurangnya berisi: identitas pribadi, institusi tempat bekerja, masa kerja, pengalaman, kinerja, dan lampiran data pendukung.
Ayat (5)
Pelatihan guru adalah jenis pelatihan keprofesionalan guru yang bertujuan untuk memelihara dan/atau meningkatkan kemampuannya sebagai guru sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau perubahan kurikulum dan perkembangan masyarakat.
Pelatihan dapat dilakukan di pusat pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan, lembaga penjaminan mutu pendidikan, kelompok kerja guru, musyawarah guru mata pelajaran, gugus, atau lembaga lain yang melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi.
Penghitungan satuan kredit semester paling tinggi 65% (enam puluh lima persen). Penentuan kekurangan jumlah satuan kredit semester yang harus ditempuh diserahkan kepada perguruan tinggi masing-masing.
Sebagai contoh, guru dalam jabatan yang berijazah D-III meningkatkan kualifikasi ke S-1 atau D-IV, yang bersangkutan harus menyelesaikan sejumlah 40 (empat puluh) satuan kredit semester. Beban belajar yang dapat dibebaskan dihitung sebagai berikut: 65% x 40 satuan kredit semester = 26 satuan kredit semester. Yang bersangkutan masih harus menempuh 14 satuan kredit semester (40 satuan kredit semester – 26 satuan kredit semester).
Dalam hal pengakuan satuan kredit semester terhadap hasil belajar dilaksanakan di pusat pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan, lembaga penjaminan mutu pendidikan, atau lembaga pelatihan lainnya, penghitungan pengakuan satuan kredit semester didasarkan atas kesepakatan antara perguruan tinggi dengan institusi pelatihan tersebut atau didasarkan atas penilaian oleh perguruan tinggi dengan mempertimbangkan informasi mengenai proses pelaksanaan pelatihan dan kapabilitas lembaga penyelenggaranya.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Bagi seseorang yang akan menjadi guru, baik yang berlatar belakang S-1 atau D-IV kependidikan maupun S-1 atau D-IV nonkependidikan, yang telah memiliki Akta-IV atau Akta Mengajar yang diperoleh sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dan yang telah memiliki ijazah program pascasarjana (S2/S3) yang sesuai dengan bidang studi atau mata pelajaran, satuan kredit semesternya dapat diakui sebagai faktor pengurang beban satuan kredit semester dalam pendidikan profesi dari beban total satuan kredit semester pendidikan profesi yang harus ditempuh.
Bagi guru dalam jabatan, baik yang berlatar belakang S-1 atau D-IV kependidikan maupun S-1 atau D-IV nonkependidikan, yang telah memiliki Akta-IV, Akta Mengajar, atau sertifikat keahlian dari lembaga sertifikat profesi yang diperoleh sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dapat diakui sebagai faktor pengurang beban satuan kredit dalam pendidikan profesi dari beban total satuan kredit pendidikan profesi yang harus ditempuh.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
Objektif merupakan proses sertifikasi yang tidak diskriminatif dan memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
Transparan merupakan proses sertifikasi yang memberikan peluang kepada orangtua, masyarakat, birokrasi atau pihak lain untuk memperoleh akses informasi tentang penyelenggaraan pendidikan profesi dan uji kompetensi pendidik.
Akuntabel merupakan proses sertifikasi yang dipertanggungjawabkan kepada orangtua, Masyarakat, birokrasi atau pihak lain secara administratif, finansial, dan akademik.
Pasal 9
Ayat (1)
Penetapan jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun bagi guru di bawah binaan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Sertifikat Pendidik dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “lulus uji kelayakan” adalah apabila seseorang dinyatakan lulus oleh suatu tim ahli pada bidang keahlian tertentu dalam sebuah penilaian berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Nomor registrasi guru merupakan nomor resmi pendidik yang dikeluarkan oleh Departemen sebagai nomor identitas pemegang sertifikat pendidik dalam satu atau lebih bidang studi atau keahlian yang berbeda antara pemegang satu dengan lainnya.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penetapan jumlah peserta uji kompetensi dilakukan dengan prinsip keseimbangan jumlah dan sebaran antara guru yang diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, serta guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidkan atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat.
Penetapan peserta uji kompetensi setiap tahun bagi guru di bawah binaan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama dilakukan oleh Menteri dengan pertimbangan menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketua program keahlian atau istilah yang sejenis digunakan dalam SMK/MAK.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memberikan kesempatan bagi peserta didik berkelainan untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik normal pada satuan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan dengan menyediakan sarana, pendidik maupun tenaga kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, dimana mereka mengikuti kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhannya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “bersifat unik” adalah system pemberian nomor sedemikian rupa kepada guru yang telah memenuhi persyaratan sehingga menjamin setiap nomor registrasi guru tidak sama dengan nomor guru lain, serta menjamin seorang guru tidak memiliki nomor registrasi lebih dari satu.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Tunjangan fungsional diberikan kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Subsidi tunjangan fungsional diberikan kepada guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Dalam menjamin pendanaan maslahat tambahan yang menjadi tanggung jawab penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat, Pemerintah
atau Pemerintah Daerah dapat membantu atau menjatuhkan sanksi administratif kepada penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan ini dimaksudkan agar guru tidak menerima maslahat tambahan secara berlebihan melalui lebih dari satu satuan pendidikan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketua program keahlian atau istilah yang sejenis digunakan dalam SMK/MAK.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tunjangan pendidikan” adalah subsidi biaya yang diberikan kepada guru untuk meningkatkan kompetensi dan/atau kualifikasi akademik.
Yang dimaksud dengan “asuransi pendidikan” adalah subsidi biaya yang diberikan kepada guru untuk tambahan biaya asuransi pendidikan yang diambil untuk pendidikan anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan “beasiswa” adalah seluruh biaya yang diberikan kepada guru untuk meningkatkan kompetensi dan/atau kualifikasi akademik.
Huruf b
Untuk menunjukkan bahwa seorang calon siswa adalah putra atau putri kandung guru, pada saat pendaftaran yang bersangkutan menyertakan:
a. surat keterangan dari kepala sekolah di tempat guru bekerja;
b. akte kelahiran anak; dan
c. kartu keluarga.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Prestasi kerja luar biasa baiknya adalah prestasi kerja yang sangat menonjol, yang secara nyata diakui dalam lingkungan kerjanya, sehingga pegawai negeri sipil yang bersangkutan secara nyata menjadi teladan bagi pegawai lainnya.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pengembangan dan peningkatan kompetensi guru dilakukan dalam berbagai kegiatan keprofesionalan yang diselenggarakan antara lain melalui Kelompok Kerja Guru, Musyawarah Guru Mata Pelajaran, Kelompok Kerja Pengawas Sekolah, dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49.
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “gaji penuh” meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, maslahat tambahan dan/atau tunjangan khusus.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “tugas tambahan”, misalnya menjadi pembina pramuka, pembimbing kegiatan karya ilmiah remaja, dan guru piket.
Ayat (2)
Istilah tatap muka berlaku untuk pelaksanaan beban kerja guru yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran.
Beban kerja guru untuk melaksanakan pembelajaran paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu tersebut merupakan bagian jam kerja dari jam kerja sebagai pegawai yang secara keseluruhan paling sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja dalam 1 (satu) minggu.
Guru Tetap yang tidak dapat memenuhi beban kerja paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satuan pendidikan di mana dia diangkat sebagai Guru Tetap, dapat memenuhi beban kerjanya dengan mengajar di sekolah atau madrasah sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “mengampu layanan bimbingan dan konseling” adalah pemberian perhatian, pengarahan, pengendalian, dan pengawasan kepada sekurang-kurangnya 150 (seratus lima puluh) peserta didik, yang dapat dilaksanakan dalam bentuk pelayanan tatap muka terjadwal di kelas dan layanan perseorangan atau kelompok bagi yang dianggap perlu dan yang memerlukan.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”keadaan darurat” adalah situasi luarbiasa yang terjadi di Daerah Khusus yang disebabkan oleh bencana alam, bencana sosial, atau situasi lain yang
mengakibatkan kelangkaan guru sehingga proses pembelajaran tidak dapat terlaksana secara normal sesuai Standar Nasional Pendidikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4941

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Info Tentang SMP N 5

MENYIMPAN FILE DENGAN EKSTENSI/FORMAT FILE PDF DI MS WORD 2007

ROBOT LINE FOLOWER